27 Sep 2010

Did You Know?

1. Kenapa orang menamakan suara bergema itu echo (dalam bahasa Inggris)?
Jadi dahulu ada peri bernama Echo yang membuat dewi Hera geram karena peri ini sering bercerita panjang lebar kepada Hera untuk mneghalangi Hera menemukan Zeus sedang berselingkuh dengan para peri. Mengetahui ini dewi Hera mengambil suara Echo dan membuat dia hanya bisa mengikuti perkataan orang lain.
Echo kemudian jatuh cinta kepada Narcissus tapi dia tidak bisa mengutarakan satu katapun. Narcissus merasa diikuti lalu dia bertanya,” Is anyone here?,” Lalu Echo tanpa dia sadari berkata. “Here.” Lalu ketika Narcissus berkata,” Come to me!,” Echo hanya bisa berkata “Me” tanpa dia bisa kendalikan juga.
Narcissus ketakutan lalu berlari menjauhi Echo. Lama kelamaan Echo menghilang dan hanya ada suaranya yang diingat.

2. Kenapa orang menamakan orang yang terlalu mengangumi dirinya itu Narsis?
Narscissus suka menghina dalam hal yang berhubungan dengan mencintai. Hal ini membuat kesal dewi Nemesis, oleh karena itu dia memutuskan untuk menghukum Narcissus. Suatu hari, Narcissus berbaring di sebuah air terjun dan tergila-gila pada refleksi dirinya sendiri. Berkali-kali dia mencoba untuk mencium dirinya sendiri. Dia juga mencoba untuk memeluk bayangannya yang tercermin di permukaan air. Lama-kelamaan cintanya merusak diri Narcissus sampai akhirnya dia meninggal.

17 Sep 2010

Salam dari Tidung

Minggu kemarin saya menghabiskan dua hari berlibur di Pulau Tidung. Liburan saya di Tidung cukup menyenangkan tapi harusnya bisa sangat menyenangkan. Liburan saya di Tidung cukup berkesan tapi seharusnya bisa sangat bekesan. Liburan saya ke Tidung harusnya bisa membuat saya ingin kembali tapi sepertinya tidak. Alasannya hanya satu : SAMPAH.

Di setiap pantai berpasir putih yang ditutupi air bening yang kebiruan selalu ada bungkus pop mie, bungkus plastik dan berbagai bentuk sampah plastik lainnya. Bahkan saya tidak bisa menemukan lima meter pantai tanpa ‘hiasan sampah’. Padahal dengan konsep wisata cukup menarik dan terjangkau. Hanya dengan 300 ribu kita bisa menghabiskan dua hari satu malam kita di Pulau Tidung tanpa harus mengeluarkan uang lagi untuk tempat tinggal, makan empat kali, sepeda yang bisa dipakai sendari datang sampai pulang, sepuluh ikan bakar siap santap, fasilitas snorkling dan seorang guide yang ramah. Menggiurkan bukan? Dan sekali lagi semuanya rusak hanya karena SAMPAH.

Bahkan saya mengingat pembicaraan yang dilakukan teman seperjalanan saya. Salah satu dari mereka bertanya kepada saya dan saudara saya ketika kami masuk ke air, “Di situ airnya bersih nggak?,”. Kemudian sambil memandang sekitar saudara saya berkata,”Kamu nanya bersih apa nggak? Di sini ada bungkus rinso sih,” ucapnya lagi.

Saya tertawa, miris juga mendengarnya. Menyalahkan penduduk sekitar atau pemerintah bukanlah hal yang bijak. Tidung adalah bagian dari NKRI sehingga menjadi tanggung jawab kita semua untuk mengidentifikasi masalah dan mencari jalan keluarnya.

Masyarakat harus tahu benar apa yang bisa mereka dapatkan jika Tidung menjadi obyek wisata utama. Menurut perbincangan saya dengan guide yang menemani saya, pengunjung terbesar ke Pulau Tidung hadir di bulan April-Mei, pengunjung mencapai 4000an orang. Sejak Pulau Tidung mulai terkenal di awal tahun, ini adalah puncak teramai Pulau Tidung. Lalu setelah itu pengunjung Pulau Tidung sampai lebaran kemarin berkisar di angka 2000an. Bisa kita lihat bahwa penduduk masih menikmati tingginya antusias masyarakat terhadap Pulau Tidung yang baru saja menjadi primadona. Namun mereka tidak memikirkan rencana jauh ke depan seperti bagaimana membawa orang-orang yang sudah datang itu kembali lagi atau memikirkan cara supaya orang-orang yang datang memberikan promosi gratis ke teman-teman mereka. Karena yang saya rasakan ketika pulang, saya tidak ingin memberikan promosi gratis tentang Pulau Tidung ke teman-teman saya. Saya takut mereka sama kecewanya dengan saya.

Masyarakat harus bersipa-siap menerima kenyataan bahwa dalam jangka waktu yang tak terlalu lama Tidung akan benar-benar sepi dari pengunjung kalau harus terus dipaksa berebut tempat dengan sampah. Kalau tidak ingin ini terjadi, masyarakat harus lekas melakukan langkah penyelamatan pada ruamahnya sendiri.

Langkah kecil yang harus segara dilakukan adalah menyediakan satu bedan yang amat krusialdalam jangka waktu cepat, TEMPAT SAMPAH. Tidak banyak tempat sampah yang disediakan selama saya berputar di Pulau Tidung Besar bahkan di Pulai Tidung Kecil saya tidak melihat tempat sampah yang layak. Begitu saya sampai di Tidung kecil yang saya lihat adalah sampah yang berserakan, kardus bekas yang juga berserakan yang beberapa diantaranya akhirnya digunakan untuk tempat sampah. Oleh karena tidak ada tempat sampah yang bisa digunakan untuk membuang sampah.

Bersamaan dengan itu, warga harus dibuat lebih sadar dalam menjaga kebersihan. Mungkin mereka tidak membuang sampah sembarangan, mungkin pengunjung nakal yang melakukannya, tapi tetap tuan rumah harus menjaga rumahnya sendiri untuk kenyamanannya dan kenyamanan tamu. Membuka rumah untuk orang luar memang memberikan banyak konsekuensi termasuk berhubungan dengan tamu yang jorok. Itu konsekuensi yang tak terelakkan.

Tapi bukan berarti pengunjung bisa seenakanya saja membuang jejaknya dimana-mana. Kita tidak bisa terus menerus mendatangi satu pulau mengotorinya kemudian berpindah ke pulau lain yang masih bersih sampai akhrnya kotor lagi dan berpindah lagi. Kita manusia berpendidikan harusnya bisa tahu hal yang sangat mudah bahwa memang hanya tempat sampahlah satu-satunya tempat untuk sampah itu sendiri.

Masalah-masalah lain seperti sarana yang rusak juga perlu diperbaiki. Terutama jembatan antara Tidung besar dan Tidung kecil. Jembatan yang tersusun dari kayu-kayu kelapa, yang aus menyebabakan banyak lubang di jembatan itu membuat siapapun yang berjalan di atasnya tidak boleh lengah sedikitpun. Juga gazebo roboh yang ada di salah satu sisi jembatan akibat serbuan angin malam juga harus menjadi perhatian. Apa yang dirasakan orang yang berjalan di sebuh jembatan yang bolong-bolong dan gazebo yang roboh? Pasti bukan kenyamanan.

Terakhir harus ada pemimpin yang menuntun laju semua pembenahan ini. Ini tugas pemerintah, membantu masyarakat membuat rencana jangka panjang untuk wisata di Tidung. Sebuah konsep wisata yang tidak bertentangan dengan adat masyarakat atau malah bisa memunculkan keunikan dari masyarakat yang bisa membuat wisata Pulau Tidung terlihat lebih menarik. Tentu juga menyiapkan masyarakat sekitar untuk mewujudkan konsep tersebut.

Hal-hal seperti penyediaan tenaga kebersihan seharusnya bisa menjadi pilihan penyelesaian. Selain memang kesadaran merawat warga yang harus dibangkitkan. Kalau mereka tahu menjaga kebersihan ini akan menguntungkan mereka pasti kemauan itu akan bangkit dengan sendirinya. Mungkin ketika mereka sudah tahu potensi tempat tinggal mereka dan apa yang bisa mereka capai dalam jangka panjang, tidak mustahil kedepannya mereka akan lebih sadar juga dalam pembenahan fasilitas yang rusak. Tanpa perlu terus menerus menunggu tuntunan dari pemerintah setempat. Ini tentang bagaimana menjadikan tuan rumah bisa menjaga rumahnya sendiri. Jangan sampai Pulau Tidung hanya bertahan sampai akhir tahun saja.

Saya pulang sambil membawa salam manis dari ikan-ikan, pantai, karang, air laut yang biru. Mereka memohon dengan sangat perlindungan dari semua warga masyarakat.