Mendengar kata
korupsi bukan lagi kata yang asing bagi masyarakat Indonesia seperti saya.
Korupsi sudah menjadi kegiatan yang seakan dimaklumi diam-diam. Padahal korupsi
selalu hadir seperti tikus yang menggerogoti kemakmuran rakyat pelan tapi
pasti. Sama seperti negara-negara yang disebutkan pada berita Voice of Amerika dengan
judul Transparency International: Korupsi
Masih Merajalela di Banyak Negara yang diterbitkan pada Rabu, 5 Desember
2012, korupsi di Indonesia juga memberikan dampak kerusakan yang sama. Uang
menjadi salah satu bahan pelumas yang paling ampuh untuk mengatasi kemacetan
birokrasi Indonesia. Jenis korupsi yang
ada dalam artikel seperti menyogok untuk
mendapat SIM, pekerjaan atau kontrak untuk orang yang tidak memenuhi syarat
sudah dikenal akrab oleh masyarakat di negara yang tingkat korupsinya tinggi.
Korupsi-korupsi kecil dan kecil yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat lama-lama memberikan kelelahan yang luar
biasa pada masyarakat itu sendiri. Sampai akhirnya mereka sadar hasil kerja
keras mereka dalam bentuk pajak tidak kembali kepada mereka namun bersarang di
kantong-kantong sebagian orang. Lebih lagi, sistem korup selalu membuat
kehidupan kelompok masyarakat miskin semakin sulit dan tertekan setiap harinya.
Karena mereka tidak bisa membayar lebih untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan
yang dilakukan orang kaya. Dan mereka adalah kelompok dengan jumlah anggota
terbanyak. Ketika amarah mereka meledak, maka kita temui aksi masa seperti yang
terjadi di Tunisia, Mesir, Libya juga Indonesia.
Perpindahan kekuasaan pada
pemerintah baru seperti yang tercantum dalam artikel juga nyatanya tidak bisa
memberikan perubahan banyak. Lihat saja Indonesia dimana korupsi tidak semakin
membaik. Juga beberapa negeri Timur Tengah yang kini sedang berjuang dengan
pembaruan yang mereka impikan. Namun korupsi yang sudah mengakar punya beberapa
penyebab yang membutuhkan waktu dan usaha keras untuk mengarasinya.
Menurut pendapat saya, ada
beberapa alasan korupsi sulit diberantas terutama di Indonesia. Salah satu alasan
adalah sistem pendidikan yang tidak kena sasaran. Di Indonesia kini, pendidikan
diprioritaskan untuk menjadi anak pintar menghafal. Tapi anak tidak dididik
untuk memiliki karakter atau penghargaan atas diri mereka sendiri. Banyangkan
saja, jika Anda bisa dibayar sejumlah uang untuk melakukan sebuah pekerjaan
yang menyimpang, artinya Anda hanya menghargai diri Anda sebanyak uang
tersebut. Integritas dan kebanggaan kita terhadap pekerjaan dan tanggung jawab
kita hanya seharga angka-angka yang tercantum dalam uang.
Pendidikan harusnya bisa membuat
seorang yang sudah menghabiskan waktunya bertahun-tahun di sekolah untuk
memiliki harga diri. Sama seperti orang Jepang, mereka memiliki harga diri yang
tinggi maka mereka berani mati dari pada menanggung malu karena tidak bisa
melakukan tanggung jawabnya dengan baik. Hal ini yang tidak dimiliki semua
orang yang berani melakukan korupsi. Pelajaraan agama atau pendidikan kewarganegaraan
juga tidak bisa memberikan perubahan jika hanya sebatas hafalan. Anak harus
dibuat mengerti, sebagai seorang manusia mereka punya nurani yang tidak bisa
dibeli. Anak harus diajarkan untuk menjunjung harga dirinya sebagai manusia
yang berakal budi.
Konsumerisme juga sebab lain yang
memupuk subur korupsi di banyak tempat. Tayangan televisi, radio dan majalah memberikan
mimpi banyak orang akan kemewahan yang sebenarnya tidak mampu mereka miliki.
Namun karena terus berulang dan berulang dan berulang akhirnya gambaran
kemewahan itu membuat orang secara tidak sadar memaksa diri mereka untuk
menggapai mimpi itu dengan segala macam cara. Salah satunya dengan korupsi.
Yang terakhir adalah penegakan hukum
yang tersendat-sendat. Hukuman yang diberikan sepertinya tidak bisa memberikan
efek jera kepada pelaku. Memenjarakan mereka selama 2-5 tahun tidak memberikan
efek jera sama sekali. Ketika mereka sudah memutuskan untuk berani korupsi
mereka sudah tidak lagi memikirkan harga diri karena memang setelah keluar
mereka akan tetap kaya. Selain itu dengan sistem yang mudah dibeli, dengan
uang yang mereka miliki, mereka bisa mendapatkan banyak kemudahan di penjara. Satu-satunya
cara untuk membuat koruptor jera adalah menyita harta mereka. Memiskinkan
koruptor akan membuat mereka jera dan membuat orang lain enggan untuk melakukan
kesalahan yang sama.
Dengan demikian, seperti yang
disebutkan Charles Kenny di dalam artikel memberantas korupsi bukan kerja mudah,“Perubahan-perubahan
ini memerlukan perubahan norma perilaku dan sikap jutaan orang di negara itu,
jadi membutuhkan waktu,” ujarnya.